Pembayaran Digital

Bank Indonesia Genjot Ekosistem Pembayaran Digital Menuju 2030

Bank Indonesia Genjot Ekosistem Pembayaran Digital Menuju 2030
Bank Indonesia Genjot Ekosistem Pembayaran Digital Menuju 2030

JAKARTA - Transformasi sistem pembayaran digital di Indonesia terus melaju pesat. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan volume transaksi pembayaran digital nasional akan mencapai 147,3 miliar transaksi pada tahun 2030. Target tersebut diyakini dapat dicapai melalui berbagai inisiatif strategis yang tengah dijalankan BI bersama industri keuangan dan pemerintah.

Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta mengatakan, strategi digitalisasi yang menyeluruh telah memperkuat fondasi ekosistem pembayaran nasional. “Hingga Agustus 2025, transaksi BI-Fast mencapai 9,18 miliar kali transaksi atau senilai Rp24 kuadriliun sejak pertama kali diluncurkan pada akhir 2021,” ujarnya dalam acara Prima Executive Gathering 2025 di Bali.

Ia menambahkan, akselerasi tersebut tidak hanya menunjukkan efisiensi sistem pembayaran, tetapi juga menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan transaksi digital tercepat di kawasan.

Inovasi QRIS dan BI-Fast Jadi Penggerak Utama

Keberhasilan BI mendorong transaksi digital tidak lepas dari keberadaan berbagai instrumen dan platform inovatif, seperti QRIS, BI-Fast, dan SNAP (Standar Nasional Open API Pembayaran). Ketiga inisiatif ini telah menciptakan konektivitas lintas platform dan memperkuat interoperabilitas sistem pembayaran nasional.

Filianingsih menjelaskan, sistem pembayaran berbasis SNAP kini telah menjadi tulang punggung integrasi antarpenyedia layanan pembayaran di Indonesia. “Interkoneksi antar sistem pembayaran semakin kuat, tercermin dari proporsi transaksi berbasis SNAP yang mencapai 93% secara volume dan 83% secara nominal,” ujarnya.

Sementara itu, penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) juga terus meluas. Hingga Agustus 2025, QRIS telah menjangkau 57,64 juta pengguna dan 40,53 juta merchant, di mana mayoritasnya merupakan pelaku UMKM. Capaian ini sekaligus mendorong peningkatan rasio inklusi keuangan nasional hingga 75,02%, berdasarkan Survei SUSENAS 2024.

“Digitalisasi sistem pembayaran berkontribusi langsung terhadap peningkatan inklusi keuangan,” tutur Filianingsih. Ia menegaskan, akses masyarakat terhadap layanan keuangan digital kini semakin terbuka dan merata berkat penetrasi layanan berbasis QRIS dan BI-Fast di berbagai wilayah.

Konektivitas Lintas Negara Kian Meluas

Selain memperkuat sistem domestik, BI juga memperluas konektivitas pembayaran digital hingga ke tingkat regional dan internasional. Saat ini, QRIS lintas negara telah dapat digunakan di Malaysia, Thailand, Singapura, dan Jepang untuk transaksi Indonesia outbound.

“On the pipeline, konektivitas akan diperluas untuk Indonesia inbound, serta dengan Jepang dan Korea Selatan,” ungkap Filianingsih.

Langkah tersebut sejalan dengan arah kebijakan ASEAN Payment Connectivity (APC) yang bertujuan menciptakan sistem pembayaran lintas batas yang cepat, aman, dan efisien di kawasan Asia Tenggara. Dengan integrasi ini, para pelaku usaha, wisatawan, hingga masyarakat umum dapat melakukan transaksi lintas negara tanpa hambatan.

Tak hanya itu, konektivitas lintas negara juga dinilai akan memperkuat daya saing ekonomi digital Indonesia serta mendukung arus perdagangan dan investasi regional.

Kolaborasi Strategis Dorong Pertumbuhan Berkelanjutan

Melalui forum Prima Executive Gathering 2025 yang bertema “Beyond Resilience: Accelerating Impact – Progressive Growth”, BI menegaskan pentingnya kolaborasi antar-regulator dan pelaku industri pembayaran dalam membangun ekosistem keuangan digital yang tangguh.

Acara yang digelar di The Mulia Resort, Bali, pada 23 Oktober 2025 ini diinisiasi oleh PT Rintis Sejahtera sebagai bagian dari upaya memperkuat koordinasi antara regulator, asosiasi, dan penyedia jasa pembayaran (PJP), baik dari sektor bank maupun non-bank.

Melalui forum tersebut, BI mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat ketahanan (resilience) sistem pembayaran nasional dari berbagai risiko, termasuk ancaman digital yang kian kompleks.

“Kerja sama antar lembaga menjadi kunci. Ekosistem pembayaran yang sehat akan memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional,” ujar Filianingsih.

BI menilai, kolaborasi ini akan menjadi fondasi penting bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing global.

Ekonomi Digital Indonesia Menuju Era E-Payment Masif

Dengan berbagai inisiatif yang berjalan simultan, BI optimistis target 147,3 miliar transaksi digital pada 2030 dapat dicapai. Target tersebut mencerminkan peningkatan sekitar empat kali lipat dibandingkan capaian tahun 2024.

Pertumbuhan tersebut akan ditopang oleh partisipasi aktif generasi Y, Z, dan Alpha, yang dikenal adaptif terhadap teknologi, serta inovasi berkelanjutan dari industri perbankan dan penyedia jasa pembayaran digital.

Ke depan, BI berkomitmen terus memperkuat reformasi regulasi, elektronifikasi bantuan sosial, transaksi pemerintah, serta sektor transportasi untuk memperluas ekosistem digital secara menyeluruh.

“Momentum digitalisasi ini harus dijaga agar tetap inklusif dan berkelanjutan. Dengan kerja sama seluruh pihak, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pemain utama dalam ekonomi digital di kawasan,” tutup Filianingsih.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index