Impor Batu Bara China Rekor, Harga Global Tetap Turun

Selasa, 14 Oktober 2025 | 09:57:20 WIB
Impor Batu Bara China Rekor, Harga Global Tetap Turun

JAKARTA - Pasar batu bara internasional kembali menunjukkan dinamika yang kontras. Di satu sisi, China—sebagai konsumen batu bara terbesar dunia—mencatat rekor impor tertinggi dalam sembilan bulan terakhir pada September 2025. Namun di sisi lain, harga batu bara global justru belum mampu bangkit dan masih melanjutkan tren pelemahan.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa meskipun permintaan dari China meningkat, faktor lain di pasar global tetap menekan harga komoditas energi fosil tersebut.

Harga Batu Bara Masih Melemah

Mengacu pada data Refinitiv, harga batu bara di perdagangan Senin, 13 Oktober 2025 tercatat USD 106,1 per ton, melemah 0,09 persen. Penurunan ini memperpanjang tren negatif setelah sehari sebelumnya juga turun 0,14 persen.

Artinya, kabar positif dari China mengenai peningkatan impor belum cukup kuat untuk mengangkat harga global. Pasar batu bara internasional masih menghadapi tekanan dari sisi pasokan, kebijakan energi bersih, hingga perlambatan permintaan di beberapa kawasan lain.

Impor Batu Bara China Sentuh 46 Juta Ton

Data bea cukai yang dirilis Senin lalu memperlihatkan bahwa total impor batu bara China pada September mencapai 46 juta ton, angka tertinggi sejak sembilan bulan terakhir.

Kenaikan ini dipicu oleh harga domestik yang meroket, sehingga membuat batu bara impor lebih kompetitif dibandingkan produksi dalam negeri. Meski begitu, volume impor tersebut masih lebih rendah dibandingkan capaian September tahun sebelumnya, yakni 47,59 juta ton.

Pada 2024, lonjakan impor dipicu penurunan harga internasional yang membuat pembelian dari luar negeri melonjak tajam. Rekor September 2024 kemudian bahkan terlampaui pada November, menjadikan bulan itu sebagai periode impor tertinggi sepanjang sejarah China.

Faktor Pendorong Kenaikan Impor

Menurut Feng Dongbin, Wakil Manajer Umum Fenwei Digital Information Technology, selisih harga yang semakin lebar antara batu bara domestik dan impor menjadi motor utama peningkatan impor pada 2025.

“Keunggulan harga ini menjadi kekuatan utama di balik pemulihan cepat volume impor,” ujarnya, dikutip dari Reuters.

Selain harga, faktor pasokan dalam negeri juga ikut memengaruhi. Wilayah Inner Mongolia, yang merupakan penghasil batu bara terbesar di China, memerintahkan 15 tambang untuk menghentikan operasi setelah produksi melebihi batas yang diizinkan. Kondisi ini membuat pasokan domestik semakin ketat sehingga membuka ruang lebih besar bagi batu bara impor masuk.

Dampak Cuaca Ekstrem

Tahun 2025 juga ditandai oleh musim panas terpanas di China sejak pencatatan suhu dimulai. Lonjakan suhu ekstrem ini berdampak signifikan pada konsumsi listrik, terutama dari pembangkit listrik termal berbasis batu bara.

Pada Agustus 2025, konsumsi listrik dari pembangkit batu bara mencapai level tertinggi sejak setidaknya 1998. Hal ini memaksa pemerintah dan perusahaan energi meningkatkan pasokan, baik dari produksi lokal maupun impor, untuk menghindari krisis listrik.

Tren Impor Secara Keseluruhan

Meskipun impor September mencatat rekor tertinggi dalam sembilan bulan, secara kumulatif, impor batu bara China dalam periode Januari–September 2025 justru mengalami penurunan.

Data bea cukai menunjukkan total impor pada periode tersebut mencapai 345,89 juta ton, atau turun 11 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan ini mencerminkan bahwa permintaan China terhadap batu bara impor cenderung fluktuatif, sangat bergantung pada harga domestik, regulasi produksi, serta kondisi iklim.

Mengapa Harga Tetap Tertekan?

Secara teori, peningkatan impor dari konsumen terbesar dunia seharusnya menjadi katalis positif bagi harga batu bara global. Namun, kondisi saat ini menunjukkan sebaliknya. Beberapa faktor yang membuat harga tetap tertekan antara lain:

Kelebihan Pasokan Global
Beberapa negara produsen utama masih menjaga tingkat produksi tinggi meskipun harga turun, demi menjaga pendapatan negara.

Tekanan Transisi Energi
Banyak negara mulai mengurangi ketergantungan pada batu bara dan beralih ke energi terbarukan. Kebijakan dekarbonisasi global memberi tekanan jangka panjang terhadap harga.

Kinerja Ekonomi Dunia
Perlambatan ekonomi di beberapa kawasan, terutama Eropa, turut mengurangi permintaan batu bara untuk industri.

Dengan kombinasi faktor-faktor tersebut, kenaikan impor China belum cukup untuk membalikkan tren penurunan harga global.

Implikasi Bagi Pasar Energi

Situasi ini memperlihatkan bahwa pasar batu bara semakin kompleks dan tidak hanya bergantung pada konsumsi China. Walaupun negara tersebut tetap menjadi penentu utama, faktor eksternal lain kini lebih dominan dalam menggerakkan harga.

Bagi pelaku usaha, kondisi ini berarti volatilitas harga akan tetap tinggi. Bagi negara-negara produsen, strategi diversifikasi pasar dan efisiensi produksi menjadi semakin penting agar tidak terlalu bergantung pada fluktuasi permintaan dari China.

Kenaikan impor batu bara China hingga 46 juta ton pada September 2025 menjadi bukti betapa besar peran negara tersebut dalam menjaga pasokan energi domestiknya. 

Namun, fakta bahwa harga global justru tetap melemah menunjukkan realitas baru di pasar energi: permintaan dari satu negara, bahkan sebesar China sekalipun, tidak lagi cukup untuk mengangkat harga jika faktor global lainnya tidak mendukung.

Dengan tren transisi energi dunia yang semakin cepat, masa depan batu bara diperkirakan akan semakin penuh tantangan, meski dalam jangka pendek masih menjadi penopang kebutuhan energi di banyak negara.

Terkini