JAKARTA - Dorongan agar investasi nasional tumbuh lebih pesat kembali digaungkan pemerintah. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pentingnya optimalisasi penggunaan dividen BUMN, bukan semata untuk penempatan di surat berharga negara (SBN), melainkan diarahkan ke berbagai proyek produktif.
Pesan tersebut disampaikan Purbaya dalam rapat perdana dirinya sebagai anggota dewan pengawas (dewas) Danantara Indonesia di Wisma Danantara. Ia mengingatkan bahwa lembaga investasi pemerintah ini harus berperan aktif mendukung pembangunan, bukan hanya menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam membeli obligasi.
Kritik terhadap Strategi Danantara
Dalam kesempatan itu, Purbaya menyinggung soal praktik Danantara yang tahun ini menikmati dividen BUMN hingga Rp90 triliun, sesuai dengan target dalam APBN 2025. Namun, alokasi besar dana tersebut justru banyak digunakan untuk membeli SBN.
“Saya tadi sempat kritik. Kalau anda taruh obligasi begitu banyak di pemerintah, keahlian anda apa?” ujar Purbaya kepada wartawan usai rapat.
Menurutnya, peran Danantara seharusnya tidak berhenti pada pembelian obligasi pemerintah. Investasi melalui proyek nyata lebih dibutuhkan agar memberi dampak riil pada pertumbuhan ekonomi.
Manajemen Danantara, dalam tanggapannya, menyebut penempatan dana di SBN hanya berlangsung dalam tiga bulan terakhir. Hal itu dilakukan karena keterbatasan waktu dalam merancang dan mengeksekusi proyek baru. Mereka berjanji akan melakukan perbaikan strategi investasi ke depan.
Target Investasi untuk Dorong Ekonomi
Kritik ini tidak berdiri sendiri. Pemerintah memang sedang berupaya keras mendorong lonjakan investasi dalam beberapa tahun mendatang. Targetnya, pertumbuhan investasi bisa mencapai 8,5% pada 2029 atau akhir periode pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Jika tercapai, total investasi diproyeksikan menembus Rp10.000 triliun, yang diharapkan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8%. Dari jumlah tersebut, swasta diharapkan menyumbang porsi terbesar yakni sekitar Rp8.300 triliun, sementara kontribusi Danantara ditargetkan Rp980 triliun, dan pemerintah sekitar Rp710 triliun.
Dengan porsi besar yang diamanatkan, Danantara dipandang memiliki peran strategis. Oleh karena itu, arah penggunaan dividen BUMN akan menjadi penentu keberhasilan strategi investasi jangka panjang.
Dividen BUMN Tidak Lagi Masuk APBN
Purbaya juga menyinggung kebijakan baru bahwa dividen BUMN kini tidak lagi disetorkan ke APBN. Dengan demikian, dana tersebut sepenuhnya menjadi amunisi Danantara untuk memperkuat perannya sebagai lembaga pengelola investasi.
Namun, ia menekankan agar strategi pemanfaatan dana ini benar-benar diarahkan pada sektor produktif, bukan sekadar instrumen keuangan yang pasif. “Ke depan, pendapatan Danantara dari dividen BUMN harus bisa masuk ke proyek-proyek yang mendorong ekonomi,” tegasnya.
Isu Utang Kereta Cepat
Selain soal alokasi dana, Purbaya juga menyinggung kewajiban penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Menurutnya, dividen BUMN yang kini dikelola Danantara dapat digunakan sebagai salah satu instrumen penyelesaian kewajiban tersebut.
Ia menolak tegas apabila APBN kembali dibebani untuk menanggung utang proyek kereta cepat. “Saya sih posisinya clear, karena di perjanjian Indonesia dengan China enggak ada harus pemerintah yang bayar,” katanya.
Purbaya menambahkan, biasanya selama struktur pembayaran jelas, pihak Tiongkok tidak mempermasalahkan. Namun, pemerintah masih menunggu hasil studi lanjutan untuk memastikan skema terbaik yang tidak membebani anggaran negara.
Harapan untuk Perubahan Strategi
Kritik yang dilontarkan Menkeu menjadi alarm penting bagi Danantara. Sebagai lembaga investasi, tantangan mereka adalah membuktikan keahlian dalam mengelola dana besar agar memberi hasil maksimal, tidak hanya berupa imbal hasil dari SBN.
Dengan target investasi nasional yang ambisius hingga 2029, setiap rupiah dividen BUMN harus diarahkan ke sektor yang bisa memperkuat fundamental ekonomi. Proyek infrastruktur, energi, dan teknologi dapat menjadi prioritas utama agar efek pengganda (multiplier effect) terasa luas.
Pesan Purbaya jelas: Danantara harus meningkatkan perannya sebagai motor investasi, bukan sekadar “penabung” dana dalam instrumen obligasi. Dengan dividen BUMN sebesar Rp90 triliun di tahun ini, ekspektasi publik sangat besar agar dana tersebut dapat menggerakkan proyek-proyek strategis dan mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, kebijakan dividen BUMN yang tidak lagi masuk APBN menegaskan tanggung jawab Danantara sebagai pengelola utama. Tantangan ke depan adalah bagaimana lembaga ini memastikan alokasi dana benar-benar produktif, sekaligus menyelesaikan isu-isu pelik seperti utang proyek kereta cepat tanpa membebani APBN.
Jika Danantara mampu mengubah strategi dan menunjukkan keahlian dalam investasi, maka dividen BUMN bukan hanya sekadar angka, melainkan modal besar untuk menyiapkan Indonesia menghadapi ambisi pertumbuhan tinggi di era pemerintahan Prabowo Subianto.