JAKARTA - Indonesia masih menjadi salah satu pemain terbesar di pasar batu bara dunia. Hampir 40–45% pasokan batu bara global berasal dari tanah air. Artinya, setiap dinamika produksi di dalam negeri otomatis berdampak besar pada pergerakan harga internasional.
Namun, dominasi ini justru diikuti dengan tantangan baru. Melimpahnya pasokan yang tidak diimbangi dengan tingginya permintaan membuat harga batu bara global terus mengalami tekanan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengingatkan bahwa fenomena penurunan harga yang tengah terjadi saat ini tidak terlepas dari persoalan klasik: supply and demand.
Produksi Tinggi, Konsumsi Terbatas
Bahlil menjelaskan, konsumsi batu bara dunia setiap tahun berkisar antara 8 hingga 9 miliar ton. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 1,3 hingga 1,4 miliar ton yang diperdagangkan secara internasional.
Indonesia sendiri menargetkan produksi batu bara dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2025 mencapai 800–900 juta ton. Dari jumlah itu, sekitar 500–600 juta ton diekspor ke berbagai negara.
“Sementara yang diekspor kurang lebih sekitar 500–600 juta. 40-45% total ekspor batu bara dunia itu dari Indonesia. Artinya apa? Ini supply and demand. Begitu kita terlalu banyak ketersediaan barang, yang terima sedikit, itu pasti harganya anjlok,” jelas Bahlil dalam acara Minerba Convex di Jakarta International Convention Center (JICC).
Kondisi inilah yang membuat harga komoditas energi tersebut terus merosot dalam beberapa waktu terakhir.
Strategi Pemerintah: Ubah Pola RKAB
Menghadapi situasi yang berpotensi merugikan produsen dalam negeri, pemerintah bersama DPR sepakat untuk meninjau ulang mekanisme RKAB.
Jika sebelumnya rencana produksi batu bara ditetapkan untuk jangka waktu tiga tahun, kini kebijakan tersebut diubah menjadi hanya satu tahun.
“Maka kemarin dari DPR mengusulkan, di dalam rapat kerja dengan ESDM, bahwa kita akan melakukan evaluasi terhadap sistem RKAB dari 3 tahun menjadi 1 tahun, dengan memperhatikan volume, agar nilai batu bara dunia dapat kita ikut mengendalikan dari Indonesia,” terang Bahlil.
Kebijakan ini diharapkan memberi fleksibilitas lebih besar bagi pemerintah dalam mengatur volume produksi sesuai kondisi pasar global. Dengan demikian, Indonesia bisa menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan, sehingga harga tidak jatuh terlalu dalam.
Regulasi Baru Resmi Diterbitkan
Sebagai tindak lanjut, Kementerian ESDM telah menerbitkan aturan resmi melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 17 Tahun 2025.
Aturan ini mengatur tata cara penyusunan, penyampaian, dan persetujuan RKAB, serta tata cara pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. Regulasi tersebut diteken pada 30 September 2025 dan menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kebijakan baru di sektor pertambangan.
Dengan adanya regulasi ini, pemerintah berharap dapat menjaga stabilitas pasar, melindungi kepentingan nasional, sekaligus tetap mempertahankan posisi Indonesia sebagai pemasok utama batu bara global.
Tantangan: Menjaga Keseimbangan Pasar
Meski perubahan RKAB dipandang sebagai langkah maju, tantangan pengendalian harga batu bara tidak bisa dianggap sepele. Permintaan global cenderung stagnan akibat meningkatnya kesadaran transisi energi, terutama di negara-negara maju yang mulai mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Di sisi lain, Indonesia harus tetap menjaga agar industri batu bara tidak terguncang oleh penurunan harga yang terlalu tajam. Batu bara masih menjadi salah satu sumber penerimaan negara terbesar, sekaligus penopang lapangan kerja di berbagai daerah penghasil tambang.
Kebijakan pengendalian produksi melalui RKAB tahunan dianggap sebagai instrumen paling realistis untuk menjaga keseimbangan tersebut.
Harapan ke Depan
Langkah pemerintah bersama DPR ini menunjukkan keseriusan dalam menjaga keberlanjutan industri batu bara nasional. Bagi Bahlil, meski harga tengah menurun, Indonesia tetap memiliki kekuatan besar untuk mengatur ritme pasar.
“Begitu kita terlalu banyak ketersediaan barang, yang terima sedikit, itu pasti harganya anjlok,” ucap Bahlil, menggarisbawahi pentingnya pengaturan produksi agar tidak merugikan kepentingan nasional.
Ke depan, strategi pengelolaan batu bara diharapkan tidak hanya fokus pada ekspor, tetapi juga mendorong hilirisasi, peningkatan nilai tambah, serta diversifikasi pasar. Dengan begitu, Indonesia bisa tetap memanfaatkan potensi besar komoditas ini tanpa terjebak pada fluktuasi harga global semata.
Penurunan harga batu bara dunia saat ini tidak lepas dari tingginya pasokan dan terbatasnya permintaan. Sebagai pemain utama, Indonesia memiliki tanggung jawab sekaligus peluang untuk mengendalikan harga melalui pengaturan produksi.
Perubahan sistem RKAB dari tiga tahun menjadi satu tahun, yang diperkuat lewat Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2025, menjadi langkah strategis dalam menjaga stabilitas pasar.
Meski tantangan global masih besar, langkah ini memperlihatkan bahwa Indonesia tidak sekadar menjadi pemasok batu bara, tetapi juga berupaya mengambil peran aktif dalam menentukan arah pasar energi dunia.