JAKARTA - Pemerintah bersiap melakukan transformasi besar dalam kebijakan subsidi tol laut mulai tahun 2026. Setelah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program selama hampir 11 tahun, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan untuk mengubah pola subsidi dari yang selama ini berbasis operasional kapal menjadi subsidi berbasis muatan atau kontainer pada sejumlah rute tertentu.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan distribusi logistik nasional. Rute-rute yang memiliki tingkat keterisian tinggi akan dialihkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan pelayaran swasta komersial yang siap beroperasi dengan pola subsidi baru.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub, Muhammad Masyhud, menjelaskan bahwa optimalisasi trayek tol laut akan melibatkan kolaborasi aktif dengan berbagai pihak. “Pada trayek-trayek tersebut, pola pelayanan akan dialihkan dari mekanisme subsidi operasional kapal menjadi subsidi titip muatan atau kontainer,” ujarnya.
Kebijakan ini sekaligus menjadi bentuk adaptasi terhadap perkembangan wilayah dan peningkatan aktivitas ekonomi di sejumlah daerah yang kini tidak lagi bergantung sepenuhnya pada subsidi operasional dari pemerintah.
Alokasi Subsidi Difokuskan ke Daerah Tertinggal
Perubahan skema subsidi ini diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan anggaran negara. Menurut Masyhud, rute-rute yang sudah memiliki volume muatan cukup besar dan tingkat keterisian tinggi akan dikelola secara lebih efisien melalui kerja sama dengan sektor komersial.
Dengan demikian, subsidi dari pemerintah dapat difokuskan ke trayek-trayek lain yang masih membutuhkan dukungan untuk memperkuat konektivitas logistik. “Langkah ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran pemerintah khususnya pada trayek yang wilayahnya sudah lebih maju sekaligus mendorong efektivitas dan keberlanjutan distribusi logistik nasional,” ujar Masyhud.
Kebijakan ini juga diharapkan memperkuat konektivitas antara wilayah barat dan timur Indonesia, terutama ke daerah-daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan (3TP) yang masih sangat bergantung pada keberadaan tol laut.
Selama ini, pemerintah menjalankan dua pola subsidi utama dalam program tol laut, yakni subsidi operasional kapal dan subsidi titip kontainer. Mulai 2026, komposisi ini akan diubah secara bertahap menyesuaikan dengan karakteristik masing-masing trayek.
Capaian Program Tol Laut Selama 11 Tahun Operasi
Tol laut yang digagas sejak era Presiden Joko Widodo telah beroperasi selama hampir 11 tahun dengan skala pelayanan yang terus berkembang. Saat ini terdapat 39 kapal yang beroperasi mengangkut logistik ke berbagai pelosok Indonesia dengan total 39 trayek, mayoritas berangkat dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Per Agustus 2025, total muatan yang berhasil diangkut mencapai 1.093,48 ton dan 18.800 TEUs. Dari target 581 voyage, telah tercapai 408 voyage atau 70,22%. Armada tol laut terdiri dari 15 kapal negara, lima kapal milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), enam kapal milik ASDP, serta 13 kapal milik swasta.
Sebanyak 19 trayek saat ini merupakan trayek penugasan, sementara sisanya melalui mekanisme lelang. Pelni menjalankan delapan trayek, PT Djakarta Lloyd lima trayek, dan ASDP dengan pola titip muatan melayani enam trayek. Adapun PT Citrabaru Adinusantara, PT Luas Line, dan PT Subsea Lintas Globalindo masing-masing menjalankan dua trayek.
PT Lintas Samudera menjalankan satu trayek, sementara PT Mentasi Mas tiga trayek. PT Meratus dan PT Temas sebagai operator dengan pola titip kontainer mengoperasikan empat dan enam trayek tol laut. Hingga September 2025, program tol laut telah mencapai 523 voyage dan melayani 104 pelabuhan dari barat hingga timur Indonesia.
Selama periode tersebut, total muatan berangkat tercatat sekitar 19.713 TEUs dan 1.328,92 ton, sementara muatan balik mencapai 5.624 TEUs. Angka ini mencerminkan peningkatan aktivitas distribusi logistik nasional yang signifikan dibandingkan awal program.
Dorong Kolaborasi Komersial dan Pemerintah
Perubahan skema subsidi ini bukan berarti pemerintah melepas tanggung jawab terhadap tol laut. Justru, langkah ini dimaksudkan untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam memperluas jangkauan layanan logistik.
Pemerintah menilai rute-rute dengan tingkat keterisian tinggi sudah cukup menarik secara komersial untuk dijalankan oleh operator swasta atau BUMN tanpa harus bergantung sepenuhnya pada subsidi operasional kapal. Dengan subsidi yang difokuskan pada muatan atau kontainer, biaya operasional dapat ditekan dan efektivitas distribusi logistik dapat meningkat.
“Kolaborasi ini menjadi kunci dalam memperkuat konektivitas logistik nasional. Pemerintah ingin memastikan bahwa subsidi benar-benar dimanfaatkan untuk rute yang paling membutuhkan,” jelas Masyhud.
Langkah ini juga membuka peluang bagi perusahaan pelayaran swasta untuk terlibat lebih aktif dalam ekosistem tol laut. Dengan begitu, keberlangsungan layanan logistik tidak hanya bertumpu pada APBN, tetapi juga mendapat dukungan investasi dari sektor komersial.
Mendorong Pemerataan Distribusi Barang dan Konektivitas Nasional
Program tol laut selama ini memiliki peran penting dalam menekan disparitas harga barang antara wilayah barat dan timur Indonesia. Dengan perubahan skema subsidi, pemerintah berharap manfaat tol laut dapat semakin optimal, tidak hanya sebagai jalur distribusi tetapi juga pendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Masyhud menegaskan bahwa daerah-daerah yang masih bergantung pada tol laut tetap akan mendapatkan prioritas dalam alokasi subsidi. Sementara itu, daerah dengan aktivitas ekonomi tinggi akan diarahkan untuk bermitra dengan operator komersial.
Dengan skema baru ini, tol laut diharapkan tidak hanya menjadi program subsidi, tetapi juga bagian dari ekosistem logistik nasional yang berkelanjutan. Transformasi kebijakan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat ketahanan logistik Indonesia.
Kesimpulan: Efisiensi dan Pemerataan Jadi Fokus Utama
Transformasi pola subsidi tol laut dari operasional kapal ke subsidi muatan merupakan langkah strategis pemerintah dalam memperkuat efektivitas dan efisiensi anggaran negara. Rute dengan load factor tinggi akan dikelola melalui mekanisme kolaboratif, sedangkan subsidi dialihkan ke wilayah yang masih tertinggal.
Dengan capaian 39 trayek dan lebih dari 1.000 voyage per tahun, tol laut telah menjadi tulang punggung logistik nasional. Melalui kebijakan baru ini, pemerintah menargetkan tol laut tidak hanya menjadi proyek subsidi, melainkan sistem logistik nasional yang tangguh dan berkelanjutan.