Krisis Cip Nexperia, Belanda Picu Guncangan Otomotif Eropa

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 11:21:20 WIB
Krisis Cip Nexperia, Belanda Picu Guncangan Otomotif Eropa

JAKARTA - Langkah tegas Belanda terhadap produsen cip Nexperia memunculkan efek domino besar di sektor industri otomotif Eropa. Dalam beberapa hari terakhir, kekhawatiran mengenai kelumpuhan rantai pasok cip semakin nyata setelah Beijing memblokir ekspor komponen dari pabrik Nexperia di Tiongkok. Akibatnya, produsen otomotif raksasa seperti Volkswagen (VW) terpaksa menghentikan sementara produksi VW Golf karena kekurangan pasokan cip.

Asosiasi produsen otomotif Eropa (ACEA) bahkan telah mengeluarkan peringatan keras tentang potensi “penghentian produksi” massal di berbagai pabrik Eropa. Krisis ini memperlihatkan betapa rentannya industri otomotif terhadap dinamika geopolitik yang kian memanas antara Eropa dan Cina.

Langkah Berani Belanda dan Efek Geopolitiknya

Kekacauan ini bermula ketika pemerintah Belanda mengambil alih kendali operasional Nexperia, perusahaan semikonduktor yang sepenuhnya dimiliki oleh raksasa teknologi Cina, Wingtech, sejak 2018. Tindakan tersebut diambil pada akhir September lalu dengan dasar kekhawatiran akan transfer teknologi sensitif dari Nexperia ke pihak Cina.

Untuk menjalankan kebijakan ini, Belanda mengaktifkan Availability of Goods Act — undang-undang era Perang Dingin yang sebelumnya belum pernah digunakan. Undang-undang ini memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk membatalkan atau memblokir keputusan manajemen perusahaan jika dinilai mengancam keamanan nasional atau ekonomi.

Meskipun Den Haag tidak mengambil alih kepemilikan saham, langkah ini cukup mengejutkan pasar. Saham Wingtech di Bursa Shanghai langsung anjlok 10 persen setelah keputusan diumumkan.

Wingtech menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk “campur tangan berlebihan yang didorong oleh bias geopolitik”. Perusahaan itu kini tengah berkonsultasi dengan pengacara dan meminta dukungan pemerintah Cina untuk melindungi kepentingan hukumnya.

Respons Beijing: Balasan Cepat dan Tegas

Sebagai respons, Beijing melarang ekspor sejumlah produk Nexperia dari Tiongkok sejak 4 Oktober, termasuk cip yang digunakan di berbagai kendaraan dan perangkat elektronik. Langkah ini secara efektif memutus rantai pasok vital yang menghubungkan pabrik-pabrik Eropa dengan fasilitas pengemasan di Cina.

Dalam percakapan telepon, Menteri Perdagangan Cina Wang Wentao menyampaikan protes langsung kepada Menteri Ekonomi Belanda Vincent Karremans.

“Tindakan yang diambil Belanda terhadap Nexperia Semiconductor telah secara serius memengaruhi stabilitas rantai industri dan pasokan global,” kata Wang.

Ia menegaskan bahwa Cina mendesak Belanda untuk “bertindak demi menjaga keamanan dan stabilitas rantai industri serta segera menyelesaikan masalah ini dengan tepat.”

Sementara itu, Karremans menyebut pembicaraan itu dilakukan atas permintaan pihak Belanda dan menegaskan bahwa kedua negara masih berupaya mencari solusi konstruktif.

“Kami membahas langkah lanjutan menuju solusi yang bisa mengakomodasi kepentingan Nexperia, ekonomi Eropa, dan ekonomi Cina. Dalam waktu ke depan, kami akan terus berkomunikasi dengan otoritas Cina untuk mencari penyelesaian yang konstruktif,” ujarnya.

Namun, hingga kini belum ada kesepakatan yang dicapai di antara kedua pihak.

Industri Otomotif Eropa di Ujung Tanduk

Dampak dari kebijakan saling balas ini kini dirasakan langsung oleh industri otomotif Eropa. Nexperia memproduksi komponen cip sederhana seperti dioda dan transistor, tetapi jumlahnya sangat besar dan menjadi elemen penting dalam sistem elektronik kendaraan.

Sebagian besar cip Nexperia dibuat di Eropa, namun proses pengemasan dan distribusi bergantung pada fasilitas di Cina, yang kini tertahan akibat embargo ekspor. Ketergantungan inilah yang menyebabkan produsen otomotif tidak memiliki alternatif cepat untuk menggantikan rantai pasok yang terganggu.

Asosiasi industri otomotif Jerman (VDA) memperingatkan bahwa gangguan ini dapat berujung pada pembatasan produksi hingga penghentian total jika krisis tidak segera diatasi.

“Situasi ini bisa menyebabkan pembatasan produksi dalam waktu dekat, bahkan hingga penghentian produksi, jika gangguan pasokan cip Nexperia tidak segera diatasi,” ujar Presiden VDA Hildegard Mueller.

Masalah ini memperparah tekanan terhadap sektor industri Eropa yang sudah lebih dulu terpukul oleh kenaikan tarif impor Amerika Serikat dan pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh Cina, dua bahan penting bagi kendaraan listrik dan semikonduktor.

Sejarah dan Akar Masalah Nexperia

Untuk diketahui, Nexperia sebelumnya merupakan unit bisnis dari Philips Semiconductors, hingga akhirnya diakuisisi oleh Wingtech pada 2018 senilai 3,63 miliar dolar AS (sekitar Rp58,6 triliun). Hubungan antara kedua pihak semakin sensitif setelah Amerika Serikat menempatkan Wingtech dalam daftar hitam (entity list) sejak Desember 2024.

Washington menuduh Wingtech membantu pemerintah Cina dalam mengakuisisi perusahaan Barat yang memiliki teknologi semikonduktor strategis. Namun, Kementerian Ekonomi Belanda membantah bahwa keputusan pengambilalihan Nexperia dipengaruhi oleh tekanan dari AS. Pemerintah menegaskan bahwa waktunya hanyalah “kebetulan semata.”

Keputusan Belanda untuk menangguhkan CEO Wingtech, Zhang Xuezheng, dari posisi direktur eksekutif di Nexperia, juga memperkeruh situasi. Pengadilan Komersial Amsterdam menyatakan ada “alasan kuat untuk meragukan kebijakan manajemen” perusahaan, sehingga menilai penangguhan itu sah.

Wingtech menilai tindakan tersebut sebagai upaya terselubung untuk merebut kendali dan menegaskan akan menempuh jalur hukum internasional untuk mempertahankan haknya.

Rantai Pasok Global di Persimpangan

Kisruh Nexperia menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan nasional bisa mengguncang rantai pasok global. Industri otomotif yang selama ini bergantung pada efisiensi lintas negara kini menghadapi risiko politik yang sulit dikendalikan.

Dari sisi Belanda, langkah itu dianggap perlu untuk menjaga keamanan nasional dan kemandirian teknologi. Namun dari sisi Cina, tindakan tersebut dilihat sebagai bentuk diskriminasi ekonomi yang dapat memperdalam jurang konflik dagang antara Barat dan Timur.

Jika situasi ini tidak segera diredakan, Eropa berisiko kehilangan daya saing di sektor otomotif dan teknologi tinggi, sementara hubungan ekonomi dengan Cina dapat terus memburuk.

Terkini