Shell

Shell Bersiap Kembali ke Hulu Migas Indonesia November 2025

Shell Bersiap Kembali ke Hulu Migas Indonesia November 2025
Shell Bersiap Kembali ke Hulu Migas Indonesia November 2025

JAKARTA - Sinyal kembalinya Shell Plc ke sektor hulu migas Indonesia semakin terang. Kabar ini datang langsung dari SKK Migas, yang menyebut perusahaan migas asal Eropa itu berencana kembali berinvestasi di Tanah Air pada November 2025.

Deputi Eksplorasi, Pengembangan, & Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Rikky Rahmat Firdaus, mengungkapkan bahwa minat Shell untuk kembali bukan tanpa alasan. Menurutnya, serangkaian temuan lapangan migas baru yang potensial, terutama di sektor offshore, menjadi daya tarik utama bagi perusahaan tersebut.

“Dengan temuan semua yang ada dan kami sangat berharap nanti di bulan November kami ajak lagi Shell untuk benar ada [di Indonesia],” kata Rikky dalam acara Bisnis Indonesia Forum, Kamis, 8 Oktober 2025.

Shell dan Ketertarikan pada Lapangan Offshore

Rikky menjelaskan, kompetensi Shell selama ini memang teruji dalam pengembangan lapangan lepas pantai. Oleh karena itu, hasil eksplorasi terbaru di Indonesia yang relevan dengan keahlian tersebut menjadi momentum tepat untuk mengajak Shell kembali.

Walau begitu, ia tidak menampik bahwa sebelumnya Shell sempat ragu untuk kembali berinvestasi di sektor hulu migas Indonesia. Keraguan itu, menurutnya, lebih dipengaruhi oleh dinamika di sektor hilir, khususnya isu kelangkaan BBM di SPBU swasta.

Namun kini, lanjut Rikky, pihaknya berhasil meyakinkan Shell bahwa prospek hulu migas Indonesia masih memiliki daya tawar kuat.

“Kita punya daya tawar yang cukup baik. Kita akan tetap bertemu dan jadi Shell kan juga banyak entity-nya, jadi ini tone positif lah buat rekan-rekan,” ujarnya menambahkan.

Proses Penjajakan Sejak Awal 2025

Sebenarnya, kabar mengenai keinginan Shell kembali ke Indonesia sudah berembus sejak awal tahun. Saat itu, perusahaan dikabarkan tengah melakukan kajian terhadap sejumlah wilayah kerja (WK) eksisting yang sedang digarap kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) lain.

SKK Migas kala itu menyebut masih melakukan evaluasi minat Shell, termasuk peluang untuk masuk di WK yang sudah berproduksi maupun yang masih tahap pengembangan. Dengan perkembangan terbaru, kemungkinan besar penjajakan tersebut semakin matang menuju kesepakatan investasi.

Target Hulu Migas RI Butuh Mitra Global

Di sisi lain, pemerintah Indonesia memang sedang gencar mendorong investasi baru di sektor hulu migas. Salah satu strategi besar datang dari Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, yang menargetkan pelelangan 75 wilayah kerja (WK) mulai tahun ini.

Dirjen Migas Laode Sulaeman menuturkan, langkah ini penting untuk mendukung target produksi minyak siap jual atau lifting nasional. Pemerintah mematok angka ambisius, yakni 900.000 barel per hari (bph) pada tahun 2029.

“Untuk meningkatkan lifting kami sudah proses lelang 75 WK untuk peningkatan dari sisi cadangan,” kata Laode.

Menurutnya, kunci pencapaian target produksi tersebut adalah dengan menjaga keberlanjutan cadangan migas. Eksplorasi harus dipercepat, mengingat proses pencarian dan pengembangan lapangan baru biasanya membutuhkan waktu panjang.\

“Jadi cadangan harus disiapkan karena eksplorasi membutuhkan waktu lama, karena itu harus dimulai dari sekarang,” tambah Laode.

Momentum Baru Pasca Hengkangnya Perusahaan Besar

Kembalinya Shell ke Indonesia memiliki makna strategis. Seperti diketahui, beberapa perusahaan migas raksasa, termasuk Shell, sempat hengkang dari Tanah Air di era pemerintahan sebelumnya. Kini, dengan perbaikan iklim investasi dan temuan cadangan baru, SKK Migas melihat tren positif dari minat investor global.

Shell bukan satu-satunya. Sebelumnya, raksasa migas lain seperti Chevron juga dikabarkan berminat kembali. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi pasar menarik untuk eksplorasi dan produksi migas, terutama karena potensi sumber daya alam yang melimpah.

Tantangan Menuju Investasi Hulu Migas

Meski kabar positif terus bermunculan, tantangan besar tetap ada. Investasi di sektor hulu migas memerlukan modal besar, kepastian regulasi, serta jaminan keekonomian proyek. Pemerintah dituntut untuk memastikan seluruh aspek tersebut terjaga agar minat perusahaan seperti Shell benar-benar terealisasi, bukan sekadar wacana.

Selain itu, isu transisi energi juga menjadi sorotan. Di satu sisi, dunia sedang beralih menuju energi hijau. Namun, di sisi lain, minyak dan gas masih menjadi sumber energi utama bagi Indonesia. Dengan begitu, pemerintah harus pandai menyeimbangkan strategi transisi energi dengan kebutuhan energi fosil.

Prospek Hulu Migas Indonesia

Dengan rencana lelang 75 WK dan minat kembali dari perusahaan besar, prospek hulu migas Indonesia dipandang cukup cerah. Apalagi, cadangan baru yang ditemukan terus memberikan harapan tambahan untuk mendukung kebutuhan energi nasional.

Jika Shell benar-benar kembali pada November 2025, kehadirannya diharapkan bisa menjadi trigger bagi perusahaan global lain untuk ikut memperkuat investasi di sektor migas Indonesia. Kolaborasi antara SKK Migas, pemerintah, dan perusahaan internasional diyakini akan menjadi penopang penting pencapaian target lifting jangka menengah.

Kabar rencana kembalinya Shell ke Indonesia pada November 2025 menjadi titik terang bagi sektor hulu migas nasional. Dengan fokus pada lapangan offshore dan potensi cadangan baru, Shell memiliki alasan kuat untuk kembali masuk.

Bagi pemerintah, kehadiran Shell diharapkan bisa memperkuat pencapaian target lifting 900.000 bph pada 2029 sekaligus memperbaiki citra investasi migas RI di mata global.

Namun, agar momentum ini tidak hilang, dibutuhkan kepastian regulasi, kesiapan wilayah kerja, dan strategi pengelolaan cadangan migas yang matang. Hanya dengan itu, keinginan menarik kembali raksasa migas dunia bisa benar-benar terwujud.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index