JAKARTA - Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak nasional melalui legalisasi sumur minyak rakyat kini memasuki tahap penting. Salah satunya dengan merinci kriteria serta persyaratan bagi koperasi, usaha menengah, hingga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ingin ikut mengelola sumur tersebut.
Program ini merupakan implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Migas. Aturan ini diharapkan menjadi landasan hukum yang jelas agar pengelolaan sumur rakyat tidak lagi berjalan liar, tetapi terintegrasi dengan standar industri migas nasional.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan, tidak semua koperasi atau pelaku usaha bisa langsung ikut serta. Setiap entitas yang berminat harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi resmi dari kepala daerah, baik bupati maupun gubernur, sebelum diverifikasi lebih lanjut oleh pemerintah pusat.
“Koperasi UMKM BUMD itu direkomendasikan oleh Kepala Daerah (Bupati dan Gubernur). Jadi kalau ditanya sudah ada (yang mengajukan), sudah ada. Bahkan yang diajukan bukan satu atau dua, beberapa. Tetapi dalam aturan main kan ada. Nanti kita verifikasi yang memenuhi syarat,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM.
Peran Kepala Daerah dalam Seleksi Awal
Menurut Bahlil, kepala daerah memiliki peran penting dalam menilai kesiapan calon pengelola. Mereka dianggap paling memahami potensi dan kapasitas di wilayahnya masing-masing.
“Saya percaya Gubernur sama Bupati. Tidak mungkin merekomendasikan sesuatu yang tidak mampu. Yang tahu daerah adalah kepala daerah,” tegas Bahlil.
Selain rekomendasi administratif, kemampuan teknis dan finansial juga akan menjadi pertimbangan utama. Hal ini untuk memastikan pengelolaan sumur rakyat tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga memenuhi standar keselamatan kerja dan ramah lingkungan.
Fokus pada Usaha Menengah, Bukan Mikro
Meski program ini membuka pintu bagi UMKM, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menekankan bahwa yang dimaksud bukanlah usaha mikro. Ia ingin meluruskan persepsi publik yang kerap menyamakan seluruh UMKM dengan skala mikro.
“Saya ingin meluruskan bahwa UMKM ini bukan mikro ya, tapi usaha menengah. Jadi saya meluruskan karena ada persepsi di mata publik seakan-akan kalau UMKM itu identik semuanya itu hanya mikro. Mikro itu ya rata-rata pedagang kaki lima ataupun yang omsetnya di bawah Rp 1 miliar,” jelas Maman.
Dengan demikian, hanya usaha menengah yang memiliki kapasitas memadai—baik dari sisi modal maupun SDM—yang diperbolehkan ikut serta dalam pengelolaan sumur rakyat.
Pendampingan Kementerian UMKM
Maman menambahkan, rekomendasi daerah tetap menjadi pintu masuk utama. Namun, setelah lolos verifikasi, Kementerian UMKM akan berperan dalam memberikan pendampingan dan pembinaan kepada usaha menengah yang terlibat.
“Kami dari Kementerian UMKM hanya mengikuti dan mendorong pembinaan serta pendampingan,” ujarnya.
Dengan adanya pendampingan, diharapkan pelaku usaha menengah bisa mengelola sumur rakyat secara profesional, sesuai standar industri, dan memberikan kontribusi nyata pada ekonomi daerah.
Potensi Besar Sumur Minyak Rakyat
Kementerian ESDM sebelumnya mencatat, terdapat sekitar 45.000 sumur rakyat yang siap dilegalkan tersebar di enam provinsi, dengan Sumatera Selatan menjadi daerah dengan jumlah terbanyak.
Menurut perkiraan SKK Migas, jika seluruh sumur tersebut kembali berproduksi, potensi tambahan produksi minyak nasional bisa mencapai 45.000 barel per hari. Angka ini tentu sangat signifikan dalam upaya meningkatkan lifting minyak nasional yang selama ini masih di bawah target.
Dampak Ekonomi Daerah
Keterlibatan koperasi, usaha menengah, dan BUMD diharapkan tidak hanya mendongkrak produksi migas, tetapi juga memberikan efek berganda pada ekonomi lokal. Dengan model kerja sama ini, hasil produksi bisa langsung dibayar di daerah, sehingga perputaran ekonomi setempat ikut meningkat.
Selain itu, kehadiran badan usaha lokal dalam pengelolaan sumur rakyat juga diyakini mampu menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kapasitas teknis masyarakat, serta memperkuat kemandirian energi daerah.
Menjaga Keselamatan dan Lingkungan
Meski memberikan peluang besar, pemerintah tetap menekankan pentingnya aspek keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa pengelolaan sumur rakyat secara ilegal rentan menimbulkan kecelakaan kerja serta pencemaran lingkungan.
Dengan adanya regulasi baru, seluruh pengelola diwajibkan mengikuti panduan teknis, serta akan mendapatkan pendampingan dari perusahaan migas berizin, seperti Pertamina, agar operasi berjalan sesuai standar.
Harapan terhadap Kolaborasi Daerah dan Pusat
Kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha lokal menjadi kunci keberhasilan program ini. Kepala daerah diharapkan mampu menyeleksi dengan bijak calon pengelola yang benar-benar memiliki kapasitas, sementara Kementerian ESDM dan UMKM memberikan kerangka regulasi dan dukungan pembinaan.
Jika semua berjalan sesuai rencana, program ini bukan hanya tentang peningkatan produksi minyak, tetapi juga tentang pemberdayaan ekonomi rakyat melalui pengelolaan sumber daya alam secara lebih inklusif.
Dengan sekitar 45 ribu sumur rakyat yang siap digarap, peluang peningkatan produksi minyak Indonesia terbuka lebar. Namun, peluang ini harus diimbangi dengan seleksi ketat, kemampuan teknis, dan pendampingan berkelanjutan agar benar-benar membawa manfaat, baik untuk produksi nasional maupun kesejahteraan masyarakat di daerah.
Seperti ditegaskan Bahlil dan Maman, rekomendasi kepala daerah, kapasitas usaha menengah, serta dukungan regulasi pusat akan menjadi penentu apakah program legalisasi sumur rakyat mampu berjalan sukses.