JAKARTA - Dalam momentum peringatan Hari Standar Dunia, PT Pertamina (Persero) menunjukkan arah strategis yang lebih dari sekadar penguatan bisnis. Perusahaan energi pelat merah ini menegaskan tekadnya untuk menjadi pionir dalam penerapan standardisasi global sebagai fondasi utama tata kelola dan keberlanjutan operasionalnya.
Langkah ini menjadi bukti bahwa Pertamina tak hanya berfokus pada ekspansi usaha, tetapi juga memperkuat integritas dan efisiensi sistem manajemen perusahaan melalui implementasi standar internasional yang diakui di lebih dari 160 negara. Pendekatan ini dipandang sebagai kunci penting dalam memperkokoh daya saing dan kredibilitas perusahaan di tengah dinamika industri energi global yang kian ketat.
Standardisasi Global Jadi Pilar Tata Kelola Perusahaan
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa penerapan standar global merupakan komitmen nyata Pertamina dalam memperkuat tata kelola bisnis. Salah satu langkah penting yang telah dilakukan adalah penerapan ISO 37001:2016 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan serta ISO 22301:2019 mengenai Sistem Manajemen Kelangsungan Bisnis.
“Seluruh Subholding Pertamina telah menerapkan standar pengelolaan kelangsungan bisnis dan memastikan layanan energi tetap berjalan saat terjadi insiden atau bencana,” ujar Fadjar.
Dengan penerapan sistem ini, Pertamina memastikan proses bisnis dapat terus berjalan dengan stabil bahkan saat menghadapi potensi krisis. Komitmen tersebut juga selaras dengan praktik Good Corporate Governance (GCG) dan menjadi bagian penting dari strategi Pertamina membangun budaya transparansi dan akuntabilitas.
Pengawasan Ketat Lewat Evaluasi Internasional
Lebih lanjut, Fadjar menjelaskan bahwa komitmen terhadap standar internasional bukan hanya sebatas sertifikasi, melainkan juga disertai dengan monitoring dan evaluasi berkala dari lembaga standardisasi internasional. Dengan begitu, perusahaan selalu menjaga kesesuaian proses bisnisnya terhadap kriteria global yang berlaku.
Dalam kaitannya dengan praktik GCG, Pertamina juga memperketat implementasi ISO 37002:2021 yang berkaitan dengan Fraud Whistleblowing Management System. Penerapan standar ini menjadi bentuk keseriusan perusahaan dalam memperkuat mekanisme pelaporan pelanggaran dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap tata kelola perusahaan.
Langkah ini menjadi penting mengingat sektor energi kerap berhadapan dengan risiko operasional dan finansial yang kompleks. Dengan standardisasi yang kuat, Pertamina dapat mengantisipasi risiko dan menjaga keberlangsungan bisnisnya secara lebih efektif.
Penguatan Aspek HSSE dengan SUPREME
Selain tata kelola bisnis dan manajemen risiko, Pertamina juga menunjukkan komitmen serius terhadap manajemen lingkungan, mutu, serta keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Fadjar memaparkan, perusahaan telah membentuk Sistem Manajemen HSSE Pertamina (SUPREME) yang disusun dengan mengacu pada regulasi nasional dan standar internasional.
SUPREME mengintegrasikan berbagai sistem, seperti:
Sistem Manajemen Lingkungan (SML)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Sistem Manajemen Pengamanan (SMP) berdasarkan Peraturan Kapolri No. 24/2007
PROPER Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Tak hanya itu, pada skala global, SUPREME juga merujuk pada beragam standar internasional, di antaranya:
ISO 9001 (manajemen mutu)
ISO 14001 (manajemen lingkungan)
ISO 27001 (keamanan informasi)
ISO 28000 (manajemen keamanan rantai pasok)
ISO 31000 (manajemen risiko)
ISO 39001 (keselamatan lalu lintas jalan)
ISO 45001 (K3)
ISO 50001 (efisiensi energi)
Penerapan berbagai standar ini dievaluasi secara berkala untuk memastikan setiap proses di lapangan berjalan sesuai prinsip keberlanjutan dan keamanan operasional.
Efisiensi Energi dan Pengelolaan Berkelanjutan
Dalam aspek pengelolaan energi, Pertamina juga telah melaksanakan prinsip ISO 50001:2018 yang berfokus pada efisiensi penggunaan energi. Standar ini menjadi ukuran kemampuan perusahaan dalam mengelola konsumsi energi secara berkelanjutan sekaligus meningkatkan kinerja energi di seluruh lini bisnis.
Penerapan standar ini tidak hanya memperkuat efisiensi operasional perusahaan, tetapi juga mendukung upaya nasional dalam pengurangan emisi dan pencapaian target keberlanjutan.
“Dalam standardisasi pengelolaan energi, Pertamina juga telah melaksanakan prinsip yang tertuang dalam ISO 50001:2018 yang mengukur standar kemampuan perusahaan dalam mengelola penggunaan energi dan mengukur kinerja energi secara berkelanjutan,” pungkas Fadjar.
Dukungan Penuh terhadap Transisi Energi dan SDGs
Sebagai pemimpin dalam transisi energi nasional, Pertamina terus mendorong penerapan praktik bisnis berkelanjutan yang mendukung target Net Zero Emission 2060. Penerapan berbagai standar global menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan komitmen tersebut.
Pertamina juga secara aktif menyelaraskan seluruh proses bisnisnya dengan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) dan Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini mencakup penguatan struktur organisasi, efisiensi energi, kepedulian terhadap lingkungan, serta perlindungan terhadap keselamatan pekerja dan masyarakat.
Dengan pendekatan ini, Pertamina tidak hanya memperkuat daya saing di pasar energi global, tetapi juga menjadi teladan dalam penerapan praktik bisnis berkelanjutan di Indonesia.
Standardisasi sebagai Strategi Daya Saing Global
Penerapan standardisasi global bukan sekadar kewajiban kepatuhan, tetapi telah menjadi strategi bisnis utama Pertamina dalam menghadapi tantangan industri energi modern. Melalui berbagai sertifikasi ISO dan sistem manajemen terintegrasi, Pertamina memastikan seluruh kegiatan operasionalnya berjalan secara efisien, transparan, dan akuntabel.
Dengan demikian, langkah ini tidak hanya memperkuat posisi Pertamina sebagai perusahaan energi nasional, tetapi juga memperkokoh reputasinya sebagai pemain global yang memiliki daya saing tinggi.