APBN

Defisit APBN September 2025 Melebar Akibat Harga Komoditas

Defisit APBN September 2025 Melebar Akibat Harga Komoditas
Defisit APBN September 2025 Melebar Akibat Harga Komoditas

JAKARTA - Keseimbangan fiskal Indonesia kembali menjadi sorotan setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis laporan terkini mengenai realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hingga September 2025, defisit APBN tercatat mencapai 1,56% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara dengan Rp371,5 triliun.

Angka tersebut menunjukkan pelebaran dibandingkan posisi bulan sebelumnya, yakni Agustus 2025, ketika defisit berada di level 1,35% PDB. Kondisi ini sekaligus menandakan adanya tekanan tambahan terhadap fiskal di tengah dinamika global yang belum sepenuhnya pulih.

Belanja Lebih Tinggi dari Penerimaan

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, pelebaran defisit disebabkan oleh tingginya realisasi belanja negara dibandingkan penerimaan yang masuk.

“Meskipun lebih rendah dibandingkan periode yang sama secara nominal, tekanan ini bersumber terutama dari penurunan harga komoditas global yang mempengaruhi penerimaan perpajakan, khususnya di sektor migas dan tambang,” ujar Purbaya dalam Konferensi Pers di Jakarta.

Penurunan harga komoditas global memang berdampak signifikan terhadap penerimaan negara, khususnya dari sektor migas dan pertambangan. Padahal, sektor tersebut dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu tulang punggung penerimaan perpajakan.

Pendapatan Negara Turun 7,2%

Kemenkeu mencatat bahwa realisasi pendapatan negara hingga Juli 2025 hanya mencapai Rp1.863,3 triliun, atau sekitar 65% dari target dalam outlook. Angka tersebut mengalami penurunan 7,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang kala itu berhasil mencapai Rp2.008,6 triliun.

Kondisi ini menggambarkan bahwa pelemahan harga komoditas tidak hanya menekan ekspor, tetapi juga memengaruhi kemampuan negara dalam mengumpulkan penerimaan perpajakan. Akibatnya, ruang fiskal pemerintah menjadi lebih sempit.

Belanja Negara Tetap Tinggi

Di sisi lain, realisasi belanja negara hingga Juli 2025 tercatat sebesar Rp2.234,8 triliun atau 63,4% dari outlook. Meski angka tersebut sebenarnya lebih rendah dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2.251,8 triliun, secara nominal belanja tetap jauh lebih besar dibandingkan penerimaan.

Dengan kondisi demikian, defisit semakin melebar dan memengaruhi keseimbangan primer. Hingga Juli 2025, keseimbangan primer berada di kisaran Rp18 triliun, yang menunjukkan adanya beban tambahan terhadap APBN.

Tantangan Fiskal di Tengah Ketidakpastian Global

Purbaya menekankan bahwa pelemahan penerimaan negara saat ini tidak lepas dari kondisi eksternal. Penurunan harga komoditas global, terutama migas dan tambang, membuat kinerja perpajakan terganggu. Hal ini semakin terasa ketika dunia masih berada dalam fase ketidakpastian meski tanda-tanda perbaikan ekonomi global mulai muncul.

“Meskipun ada sinyal pemulihan, ketidakpastian global masih tinggi dan berpengaruh pada kinerja APBN kita,” jelasnya.

Dengan kata lain, defisit yang melebar bukan hanya mencerminkan tekanan domestik, tetapi juga mencerminkan kerentanan Indonesia terhadap gejolak eksternal.

Upaya Menjaga Keseimbangan

Pemerintah disebut tetap berkomitmen menjaga kredibilitas fiskal. Strategi yang ditempuh mencakup optimalisasi penerimaan melalui intensifikasi perpajakan, efisiensi belanja, serta penguatan pembiayaan yang sehat.

Kebijakan belanja juga diarahkan agar lebih produktif, dengan prioritas pada program strategis yang mendukung pertumbuhan jangka panjang. Hal ini menjadi penting mengingat APBN tidak hanya berfungsi sebagai instrumen belanja, tetapi juga sebagai penopang stabilitas ekonomi nasional.

Defisit Masih Dalam Batas Wajar

Meski angka defisit per September 2025 mencapai 1,56% PDB, level tersebut masih berada di bawah ambang batas 3% PDB yang diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Dengan demikian, ruang fiskal pemerintah masih cukup terjaga, meski perlu diwaspadai tren pelebaran defisit apabila tekanan eksternal berlanjut.

Beberapa ekonom menilai, pelebaran defisit saat ini bukanlah hal yang mengejutkan. Selama harga komoditas global belum stabil, penerimaan negara cenderung tertekan. Pemerintah pun harus cermat menyeimbangkan kebutuhan belanja dengan kemampuan penerimaan.

Prospek ke Depan

Seiring dengan dinamika global, prospek APBN hingga akhir 2025 masih dipenuhi ketidakpastian. Purbaya menegaskan bahwa pemerintah akan terus memantau perkembangan harga komoditas dan menyesuaikan kebijakan bila diperlukan.

Selain itu, strategi diversifikasi sumber penerimaan akan terus digenjot, termasuk lewat pajak sektor digital dan optimalisasi penerimaan non-migas. Tujuannya agar ketergantungan pada komoditas berkurang dan stabilitas APBN lebih terjaga.

Pelebaran defisit APBN hingga Rp371,5 triliun atau 1,56% PDB per September 2025 menunjukkan adanya tekanan nyata terhadap fiskal nasional. Faktor utama berasal dari turunnya harga komoditas global yang berimbas pada penerimaan pajak, sementara belanja negara tetap lebih tinggi.

Meski demikian, level defisit masih terkendali dalam batas yang ditetapkan undang-undang. Pemerintah menegaskan komitmennya menjaga disiplin fiskal sembari terus melanjutkan program belanja produktif.

Ke depan, kunci utama adalah kemampuan Indonesia mengurangi ketergantungan pada komoditas serta memperluas basis penerimaan negara. Dengan strategi yang tepat, APBN diharapkan tetap menjadi instrumen efektif dalam menopang pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas di tengah ketidakpastian global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index