JAKARTA - Setelah 15 tahun hidup dalam kegelapan malam, warga Kelurahan Pelangiran di Kabupaten Indragiri Hilir akhirnya merasakan terang listrik yang menyala tanpa henti. Di antara mereka, Elza Neti Ramadhani menjadi salah satu saksi nyata bagaimana arus listrik mengubah kehidupan sehari-hari.
Elza, pemilik warung kecil di depan rumah semi permanennya, kini bisa berjualan hingga larut malam. Sebelum listrik PLN hadir, warungnya hanya buka sampai sore karena penerangan berasal dari genset yang menyala sebentar menjelang malam. Kini, kulkas dan blender yang baru ia beli menjadi tanda betapa listrik membawa perubahan besar bagi usahanya.
“Saya jualan sayur, minuman dingin, dan frozen food. Sekarang dagangan bertambah dan penjualan meningkat. Dulu banyak sayur yang busuk, tapi sekarang bisa disimpan di kulkas,” ujarnya dengan senyum penuh syukur. Bagi Elza, nyala listrik bukan sekadar penerangan, melainkan simbol kemerdekaan dari keterbatasan.
Listrik Hadir, Ekonomi Warga Mulai Bergerak
Kehadiran listrik PLN tidak hanya membawa terang, tetapi juga menghidupkan ekonomi warga. Kelurahan Pelangiran yang berdiri sejak 2011 kini semakin berkembang. Dengan populasi sekitar 5.600 jiwa, daerah ini dikenal sebagai penghasil kelapa terbesar di Indonesia, namun selama bertahun-tahun masih hidup dalam keterbatasan energi.
Lurah Pelangiran, Asrowi, mengingat betul masa-masa ketika warganya harus bergantung pada genset. “Dulu jam 8 malam kampung sudah gelap. Hanya suara jangkrik yang terdengar,” katanya mengenang. Kini suasananya jauh berbeda. Lampu menyala di setiap rumah, anak-anak belajar dengan nyaman, dan warung-warung tetap buka hingga malam.
Bagi warga yang dahulu harus menyeberangi sungai untuk membeli es batu, kini kulkas mereka sendiri menjadi sumber kesejukan. Asrowi menuturkan, “Banyak warga yang sekarang punya alat elektronik, dari kompor listrik sampai mesin air.
Ekonomi masyarakat jadi hidup. Kehadiran listrik membuat UMKM kami berkembang pesat.” Ia berharap seluruh wilayah, termasuk yang berada di seberang sungai, segera tersambung listrik PLN sepenuhnya.
Perjuangan Menerangi Pelosok yang Tak Mudah Dijangkau
Pembangunan jaringan listrik menuju pelosok Pelangiran bukan pekerjaan mudah. Petugas PLN harus menembus medan berat, mengangkut tiang dan kabel melalui sungai yang berarus deras dan dipenuhi buaya. Tantangan medan membuat proses instalasi memakan waktu panjang, hingga akhirnya berhasil menyambungkan listrik untuk ratusan keluarga.
Menurut penjelasan M. Ali Udin, Team Leader Layanan PLN ULP Rengat, pembangunan dimulai dari pemasangan tiang dan jaringan di daerah terpencil. “Sekitar 300 kepala keluarga jadi calon pelanggan, namun baru 160 yang tersambung karena jaringan tegangan rendah belum lengkap,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penambahan jaringan tegangan menengah sepanjang tujuh kilometer masih diperlukan untuk menjangkau wilayah perkebunan Mandah Estate.
Proyek tersebut juga terkendala akses jalan yang belum tersedia. Banyak material harus dipikul menuju lokasi karena kendaraan tidak bisa lewat. “Tiang listrik dirakit di tempat agar mudah dibawa dengan sampan,” jelasnya. Pekerjaan ini berlangsung sekitar delapan hingga sembilan bulan hingga jaringan listrik bisa dioperasikan. Kini, warga yang dulunya mengandalkan panel surya kecil dan genset dapat menikmati penerangan sepanjang hari.
Antusiasme masyarakat terlihat jelas. “Mereka sangat bersyukur. Setelah 15 tahun menunggu, akhirnya bisa menikmati listrik PLN 24 jam,” tutur Ali. Bagi petugas, kerja keras di lapangan terasa terbayar lunas ketika melihat wajah gembira warga yang rumahnya kini diterangi lampu.
Menuju Riau Terang dan Mandiri Energi
Gubernur Riau, Abdul Wahid, menetapkan target ambisius: seluruh dusun di wilayahnya harus teraliri listrik PLN sepenuhnya pada 2026. Ia menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk mempercepat pemerataan listrik hingga ke pelosok terjauh. “Saya datang membawa suara rakyat dari pelosok yang masih hidup dalam keterbatasan cahaya,” ujarnya dalam pertemuan dengan PLN.
Direktur PLN sebelumnya memperkirakan penyelesaian proyek pada 2027, namun Gubernur meminta percepatan. “Komitmen kami 2026 selesai. Semua dusun di Riau listrik sudah 24 jam,” tegasnya. Upaya ini menjadi bagian dari program besar untuk memastikan tidak ada lagi warga Riau yang hidup tanpa penerangan.
Asrowi, sang lurah, turut mendukung penuh program ini. Ia berharap jumlah petugas PLN di wilayahnya bisa ditambah agar gangguan listrik dapat segera diatasi. “Kadang kalau ada gangguan, listrik padam bisa seharian.
Kalau petugasnya lebih banyak, penanganan bisa cepat,” ujarnya. Ia juga menegaskan pentingnya pemerataan sambungan listrik, terutama bagi rumah-rumah di daerah seberang sungai yang masih menunggu giliran.
Bagi Elza dan warga lain di Pelangiran, nyala listrik bukan sekadar fasilitas, melainkan simbol harapan baru. Kini anak-anak bisa belajar hingga malam, pedagang bisa berjualan lebih lama, dan kehidupan sosial semakin aktif. Kampung yang dulu gelap kini berubah menjadi pusat aktivitas yang penuh semangat.
Elza menutup ceritanya dengan kalimat yang menggambarkan makna besar dari perubahan itu. “Kami sudah merdeka dari kegelapan. Listrik bukan cuma menerangi rumah, tapi juga menghidupkan harapan,” ucapnya lirih namun penuh kebanggaan.
Kisah Pelangiran menjadi cermin bagi banyak desa di Indonesia yang masih menanti kehadiran listrik. Di balik setiap tiang listrik yang berdiri, tersimpan harapan untuk masa depan yang lebih terang—secara harfiah maupun kehidupan warganya. Dengan semangat kerja keras dan pemerataan pembangunan, cahaya kini benar-benar menjadi milik semua orang.